Program Pengungkapan Sukarela (PPS)
Voluntary Disclosure Program (VDP)
Seberapa Menarik PPS ini ? mari kita bahas dibawah ini
LATAR BELAKANG: PMK-196/PMK.03/2021 terbit pada 29 DESEMBER 2021
Pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan/mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta
KONDISI 1
Terdapat WP OP & Badan yang sudah ikut TA 1 yang belum full ungkap hartanya. Peserta TA (OP atau Badan) yang belum melaporkan seluruh harta dalam Surat Pernyataan Harta (SPH), bila ditemukan oleh DJP akan dianggap penghasilan dan dikenai PPh Final 25% (Badan), 30% (OP), 12,5% (WP Tertentu) dari Harta Bersih Tambahan (PP-36/2017) ditambah sanksi 200%
KONDISI 2
Terdapat WP OP yang belum full lapor harta di SPT 2016 – 2020. WP OP yang belum melaporkan penghasilan Tahun Pajak 2016-2020 sesuai ketentuan akan dikenai PPh sesuai tarif yang berlaku ditambah sanksi administrasi
Terdapat 2 Kebijakan dalam PMK PPS ini yaitu:
KEBIJAKAN I
Pembayaran PPh final berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak. Tidak dikenai sanksi Ps.18(3) UU TA
Peserta: WP OP dan Badan peserta TA
Basis Pengungkapan : Harta per 31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat mengikuti TA
Tarif
- 11% untuk harta deklarasi LN
- 8% untuk harta LN repatriasi dan harta DN
- 6% untuk harta LN repatriasi dan aset DN, yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energy
Perlindungan data : Data/Informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh
Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP
KEBIJAKAN II
Pembayaran PPh final berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020.
Tidak diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016-2020, kecuali ditemukan harta kurang diungkap (PPh OP, PPh Pot/Put, dan PPN, kecuali pajak yang telah dipotong/dipungut tetapi tidak disetorkan)
Peserta: WP OP
Basis Pengungkapan :Harta perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020
Tarif
- 18% untuk harta deklarasi LN
- 14% untuk harta LN repatriasi dan harta DN
- 12% untuk harta LN repatriasi dan aset DN, yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energy
Perlindungan data :Data/Informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP
Kementerian Keuangan resmi memerinci ketentuan mengenai kebijakan I program pengungkapan sukarela (PPS) yang lebih dulu diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 196/2021, Kementerian Keuangan memerinci ketentuan mengenai nilai harta yang menggunakan satuan mata uang selain rupiah. Atas aset yang diungkapkan melalui kebijakan I PPS, nilai harta berdenominasi asing harus dikonversikan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh menteri keuangan sesuai dengan tanggal pada akhir tahun pajak berakhir.
“Ketentuan penggunaan kurs yang ditetapkan oleh menteri untuk keperluan penghitungan pajak sesuai dengan tanggal pada akhir tahun pajak terakhir berlaku juga untuk menghitung nilai utang dalam hal nilai utang menggunakan satuan mata uang selain rupiah,” bunyi Pasal 3 ayat (7) PMK 196/2021. Adapun summary dari peraturan ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Untuk wajib pajak dengan akhir tahun pajak pada tanggal 31 Desember 2015, kurs menteri keuangan yang digunakan adalah kurs yang terdapat pada Keputusan Menteri Nomor 61/KM.10/2015.
- Untuk wajib pajak dengan akhir tahun pajak pada 1 Januari 2015 hingga 30 Desember 2015, kurs yang digunakan adalah kurs yang ditetapkan oleh menteri keuangan sesuai dengan akhir tahun buku wajib pajak yang bersangkutan.
- Untuk harta berupa kas atau setara kas, nilai harta yang menjadi pedoman untuk menghitung harta bersih adalah nilai nominal. Bila aset yang dimaksud berupa tanah, nilai yang dijadikan pedoman adalah NJOP. Bila aset yang diungkapkan berupa kendaraan bermotor, maka nilai yang dijadikan pedoman adalah NJKB.
- Nilai yang dijadikan pedoman atas harta berupa emas dan perak adalah nilai yang dipublikasikan oleh Antam. Untuk aset berupa saham dan waran yang diperjualbelikan di bursa efek, maka nilai yang dijadikan pedoman adalah nilai yang dipublikasikan oleh BEI.
- Harta bersih merupakan nilai harta dikurangi nilai utang sebagaimana dimaksud dalam UU Pengampunan Pajak,” sesuai Pasal 2 ayat (3) PMK 196/2021.
- Atas harta bersih yang berada di Indonesia atau harta yang berada di luar negeri yang direpatriasi dan diinvestasikan pada SBN, sektor hilirisasi SDA, dan energi terbarukan, PPh final yang dikenakan atas harta bersih adalah sebesar 6%.
- Tarif PPh final sebesar 8% dikenakan atas harta bersih yang berada di Indonesia atau harta dari luar negeri yang direpatriasi tapi tidak diinvestasikan pada instrumen-instrumen di atas. Adapun tarif PPh final sebesar 11% dikenakan atas harta bersih yang berada di luar negeri dan tidak direpatriasi ke Indonesia.
- Untuk aset berupa SBN dan efek bersifat utang yang diterbitkan oleh perusahaan, nilai yang dijadikan pedoman untuk menghitung jumlah harta bersih adalah nilai dipublikasikan oleh PHEI. Nilai harta yang dijadikan pedoman untuk menghitung harta bersih harus sesuai dengan kondisi harta pada akhir tahun pajak terakhir. Tahun pajak terakhir adalah tahun pajak yang berakhir pada jangka waktu 1 Januari 2015 hingga 31 Desember 2015.
Untuk lebih lanjut, silahkan download materi SOSIS PMK196 tahun 2021.