Jam Kerja
Senin – jumat, 9.00 - 17.00 Sabtu, 09.00 - 14.00
Telepon
085261485427
HUBUNGI KAMI
VIA WHATSAPP

Dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh 2021: Harta yang Diperoleh sebelum Tahun 2012 Milik Wajib Pajak Orang Pribadi yang Tidak ikut Tax Amnesty dan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak

PPS 2021 ? Ya. Progam Pengungkapan Sukarela WAJIB PAJAK.

Mari simak ulasan dibawah ini.

 

Dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh 2021: Harta yang Diperoleh sebelum Tahun 2012 Milik Wajib Pajak Orang Pribadi yang Tidak ikut Tax Amnesty dan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak

Bagi Wajib Pajak yang tidak ikut Tax Amnesty (TA) terikat dengan ketentuan pada Pasal 18 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yang mulai berlaku tanggal 1 Juli 2016, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18
(2) Dalam hal:
a. Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir; dan
b. Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan,
atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.

Jangka waktu 3 (tiga) tahun tersebut di atas telah berakhir pada tanggal 30 Juni 2019. Setelah berakhirnya jangka waktu itu, bagi Wajib Pajak yang tidak ikut Pengampunan Pajak tidak terikat lagi dengan UU Pengampunan Pajak. Hak dan kewajiban perpajakannya kembali pada ketentuan umum.

Dalam rangka menghadapi Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (PPS WP) yang akan dimulai pada tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022, dan untuk bahan diskusi, saya mengajukan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimana bila ada harta yang diperoleh sebelum tahun 2012 milik Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak ikut TA yang belum dilaporkan dalam SPT?

Wajib Pajak orang pribadi ini bukan sebagai alumnus TA sehingga dia tidak bisa ikut PPS WP skema I. Untuk ikut PPS WP skema II, mari terlebih dahulu kita pahami ketentuan Pasal 8 UU HPP yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1) Wajib Pajak orang pribadi dapat mengungkapkan harta bersih yang:
a. diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020;
b. masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2020; dan
c. belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020, kepada Direktur Jenderal Pajak.

(2) Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai harta dikurangi nilai utang.

(3) Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi pada Tahun Pajak 2020.

(4) Wajib Pajak orang pribadi yang dapat mengungkapkan harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan:
a. tidak sedang dilakukan pemeriksaan, untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020;
b. tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020;
c. tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan;
d. tidak sedang berada dalam proses peradilan atas tindak pidana di bidang perpajakan; dan/atau
e. tidak sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan.
~~~~~

Harta terkait diperoleh sebelum tahun 2012, katakanlah diperoleh pada tahun 2010. Oleh karena harta bukan diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020, menurut pendapat saya Wajib Pajak orang pribadi ini tidak dapat pula untuk ikut PPS WP skema II.
Lalu bagaimana baiknya perlakuan atas harta dimaksud?

Menurut pendapat saya daripada harta tersebut berada di luar administrasi perpajakan lebih baik harta itu dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh tahun pajak 2021 paling lambat pada tanggal 31 Maret 2022. Pelaporan tambahan harta itu tanpa didampingi dengan pelaporan penghasilan terkait dengan perolehan harta dimaksud.
Dalam hal harta itu telah berada dalam administrasi perpajakan maka penghasilan yang bersumber dari harta tersebut dapat pula masuk dalam administrasi perpajakan.
Setelah menyampaikan SPT yang antara lain mencantumkan tambahan harta itu, Wajib Pajak menunggu datangnya SP2DK dari kantor pajak.

SP2DK sehubungan dengan penambahan harta tersebut akan memakai dalil Pasal 4 ayat (1) huruf p UU PPh yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

Penjelasan Pasal 4 ayat (1)
Huruf p
Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi penghasilan baik yang telah dikenakan pajak dan yang bukan Objek Pajak serta yang belum dikenakan pajak. Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan Objek Pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan.
~~~~~

Wajib Pajak dan/atau Konsultan Pajak dapat menjelaskan bahwa penghasilan terkait dengan perolehan harta boleh jadi belum dikenakan pajak. Namun karena harta diperoleh sebelum tahun 2012, maka atas penghasilan dimaksud dianggap telah dikenakan pajak. Pengenaan pajak atas penghasilan itu telah daluwarsa, sehingga seolah-olah pajak atas penghasilan yang terkait dengan perolehan harta telah dilunasi.

Di samping itu, beberapa pihak mengatakan bahwa PPS WP merupakan Tax Amnesty jilid II, antara lain seperti berita di bawah ini:

Pengampunan Pajak Lagi

Oleh Hafid Vebri – Redaktur Pelaksana

Sabtu, 30 Oktober 2021 | 09:00 WIB

Reporter: Harian Kontan | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Tidak konsisten dan seperti menelan ludah sendiri. Begitulah sikap yang ditunjukkan pemerintah saat kembali memaafkan para penunggak pajak melalui program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II.

Tax amnesty yang kini disebut Program Pengungkapan Sukarela (PPS) wajib pajak akan digelar 1 Januari – 30 Juni 2022. Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang menjadi payung hukum aturan ini telah diketok DPR belum lama ini.

Lahirnya kebijakan ini jelas menunjukkan sikap inkonsistensi pemerintah. Sebab, saat tax amnesty jilid I digelar pada 2016-2017, pemerintah telah berkomitmen tidak lagi menggelar program tersebut di kemudian hari.

Mulai Presiden, Menteri Keuangan, hingga Dirjen Pajak kompak menyatakan hal tersebut, bahwa pengampunan pajak adalah kebijakan sekali seumur hidup.

Jadi jelas pesannya saat itu bahwa pintu maaf pengemplang pajak hanya dibuka sekali. Tidak ada pengampunan berikutnya. Artinya, pendosa pajak bakal diburu dan penegakan hukum menjadi panglima.

Namun, lain dulu dengan sekarang. Saat ini, pemerintah justru tengah getol menyiapkan program pengampunan pajak jilid II.

Dirjen Pajak bahkan sudah sesumbar bahwa program ini bakal jauh lebih sukses lantaran pemerintah sudah memiliki bekal data dan informasi yang cukup terkait wajib pajak yang akan diincar dalam program tersebut. Berbeda dengan tax amnesty jilid I yang masih minim data dan informasi.

Melihat kengototan pemerintah dalam program ini, nampaknya wajar kalau kemudian banyak bemunculan spekulasi di balik kebijakan tersebut. Mulai dari mengakomodasi kepentingan pengusaha yang sengaja lalai bayar pajak hingga kebutuhan menambal anggaran belanja negara.

Dan, bisa jadi benar karena pemerintah memang sedang butuh anggaran besar guna menambal defisit APBN yang terkuras buat menangani pandemi virus korona.

Sementara Indonesia tercatat tidak mengalami siklus ekonomi kuat dalam lima tahun terakhir yang bisa menambah kekayaan. Tapi, bukan berarti tidak ada sumber pendapatan lain yang bisa digali. Bila mau bekerja lebih getol, masih banyak kok sumber penerimaan yang bisa dikulik. Salah satunya pajak digital.

Memang tidak mudah karena pemerintah harus berhadapan dengan raksasa digital dunia. Tapi memang harus terus dicoba, sehingga tidak melulu buka pintu maaf buat para pendosa pajak.
~~~~~

Menurut pendapat saya bahwa PPS WP bukan merupakan Tax Amnesty jilid II. PPS WP skema I merupakan kelanjutan dari Tax Amnesty yang hanya dapat diikuti oleh para alumni Tax Amnesty untuk memperoleh ampunan pajak yang lebih besar lagi. PPS WP skema I bukan pintu maaf bagi pendosa pajak baru karena program ini memberikan relaksasi atas ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18
(3) Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar.
~~~~~

Relaksasinya berupa dari tarif umum menjadi tarif final, dan sanksi administratif berupa kenaikan ditiadakan.

Sedangkan PPS WP skema II merupakan Sunset Policy untuk periode tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 (5 tahun). Program ini hanya bisa diikuti oleh Wajib Pajak orang pribadi, karena mereka diduga belum sepenuhnya memenuhi kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak badan dianggap telah lebih tertib dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya, antara lain karena didukung oleh adanya pembukuan.